Saturday, February 21, 2009
Dari Mata Turun Ke Hati: Apa Lagi?
'Dari mata turun ke hati' mempamerkan betapa besarnya tarikan mata anugerah Ilahi yang bisa sahaja mematikan segala langkah fizikal dan spiritual. Apa lagi kalau pandangan mata itu sudah berubah menjadi pandangan hati. Pada ketika itu tiada apa lagi yang tinggal melainkan penyerahan yang hakiki jasmani dan rohani. Tidakkah hati itu raja segala anggota? Andai hati sudah ditakluki, bererti seluruh anggota tubuh badan yang lain tunduk patuh mengiakan segala lintasan hati. Kerna itu, lazimilah oleh kita menatap 'ayat-ayat cinta' dari Rabbul Jalil atas nama sebuah kitab suci al-Quran nul karim tanda kasih sayangNya buat kita semua insan yang Maha Memerlukan Belas KasihanNya. Setiap nafas yang keluar masuk dari tubuh badan kita tidak lain dan tidak bukan tanda keagunganNya yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata..........
Wednesday, February 18, 2009
How to Increase The Cronbach's Apha Value
Frankly speaking, I'm facing difficulties in getting the acceptable value for internal reliability. I've searched many articles and also web-sites on how to solve my problem. Finally, I've found one which is written by Art Kendall, Social Research Consultant. He suggests to check 8 things as stated below:
1. Are items properly reflected?
2. Are you having non-trivial negative correlations among items?
3. Please check your squared multiple correlations (SMC). Your SMC should be lower than your corrected item-total correlations
4. Are all items stated reflect a single construct? (In this case, what does a factor analysis with PAF and Varimax rotation show?)
5. Are there items which show an increase in alpha in the "alpha if item deleted" column of the output?
6. Do you have a lot of non-response?
7. Do you have a substantial number of cases?
8. Were the items written for this analysis or are they from previously developed scale?
1. Are items properly reflected?
2. Are you having non-trivial negative correlations among items?
3. Please check your squared multiple correlations (SMC). Your SMC should be lower than your corrected item-total correlations
4. Are all items stated reflect a single construct? (In this case, what does a factor analysis with PAF and Varimax rotation show?)
5. Are there items which show an increase in alpha in the "alpha if item deleted" column of the output?
6. Do you have a lot of non-response?
7. Do you have a substantial number of cases?
8. Were the items written for this analysis or are they from previously developed scale?
Tuesday, February 17, 2009
Reliability and Validity: Why They Are Extremely Important?
I have come accross Salkind's analogy pertaining to these things,
You can have the sexiest-looking car on the road, but if the tires are out of balance, you can forget good handling and a comfortable ride. The tires, or where "rubber meets the road," are crucial. In the same way, you can have the most imaginative research question with a well-defined, clearly articulated hypothesis, but if the tools you use to measure the behavior you want to study are faulty, you can forget your plan for success (Salkind, 2006).
To understand the above statement in a very simple way, I list few equations below:
Validity = Any concept that we state = Any concept that we intend to measure
Reliability = We conduct the same measurement for thousand times = We still get the same value
(remember, reliability only explains about scores, not about individual, subject or respondent)
You can have the sexiest-looking car on the road, but if the tires are out of balance, you can forget good handling and a comfortable ride. The tires, or where "rubber meets the road," are crucial. In the same way, you can have the most imaginative research question with a well-defined, clearly articulated hypothesis, but if the tools you use to measure the behavior you want to study are faulty, you can forget your plan for success (Salkind, 2006).
To understand the above statement in a very simple way, I list few equations below:
Validity = Any concept that we state = Any concept that we intend to measure
Reliability = We conduct the same measurement for thousand times = We still get the same value
(remember, reliability only explains about scores, not about individual, subject or respondent)
Saturday, February 14, 2009
What is Literature Review?
In thesis writing, one of the important parts is literature review. What is literature review? Does it mean the compilation of relevant past studies? Or the discussion amongst researchers about certain topic? To simplify the definition of literature review (LR), I'm gonna use the word 'analysis'. LR involves some analysis about any outstanding piece of works related to our research focus. Once we understand this definition, the next popular question is 'how to do so?'. Basically, there are 5 steps to be done:
1. Do some clusters (well, we have lots of articles!)
2. Do some analysis one by one
3. Do highlight what we have and also the other way around
4. Do identify the gap of all available piece of works and provide justification on how our research or thesis can fill in the gap
5. Do clearly state the contribution of our research or thesis towards the development of relevant knowledge (philosophical underpinnings)
1. Do some clusters (well, we have lots of articles!)
2. Do some analysis one by one
3. Do highlight what we have and also the other way around
4. Do identify the gap of all available piece of works and provide justification on how our research or thesis can fill in the gap
5. Do clearly state the contribution of our research or thesis towards the development of relevant knowledge (philosophical underpinnings)
Lagi Berita Dari Indonesia
(Dipetik daripada 'Indonesia Monitor' pada 7 September 2008)
Jalan Anwar Kian Terjal
Pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim menuding pemerintah berkuasa menggunakan ‘black campaign’ untuk menjegal karier politiknya. Hal itu ia nyatakan dalam sebuah konferensi pers di di Permatang Pauh.
DIJELASKAN Anwar, pemerintah sengaja membesar-besarkan tudingan sodomi yang dituduhkan kepadanya. Tujuannya untuk menurunkan citra Anwar di mata pendukungnya. Akibat kampanye hitam menjelang pemilu sela yang akan berlangsung pada 26 Agustus, Anwar merasa perjuangannya merasa diganjal.
“Semua langkah yang dilakukan pemerintah adalah taktik kotor. Itu sebagai bentuk kampanye balas dendam dari kubu mereka dan merupakan tindakan amoral,” katanya.
Anwar juga menuduh pemerintahan berkuasa menggunakan ‘jurus’ ketegangan antara etnis mayoritas Melayu dengan suku minoritas Cina dan India. Caranya dengan menuduh Anwar sebagai pendukung kelompok etnis Cina. “Semua langkah yang dilakukan pemerintah adalah taktik kotor. Itu sebagai bentuk kampanye balas dendam dari kubu mereka dan merupakan tindakan amoral,” kesalnya.
Dia menduga, isu rasial yang digunakan bertujuan untuk melemahkan dukungan kaum Melayu progresif kepada dirinya. Dalam data, jumlah etnis Melayu di wilayah itu mencapai 69 persen dari jumlah seluruh pemilih atau 58.459 orang.
Malaysia akan melaksanakan pemilu sela pada 26 Agustus. Pemilu merupakan ujian bagi karier politik Anwar yang berambisi kembali menguasi kursi pemerintahan.
Sementara itu, seperti dikutip Utusan, aliansi partai oposisi, seperti Parti Keadilan Rakyat (PKR) dan Partai Islam Malaysia (PAS) terancam pecah kongsi. Adalah Wakil Perdana Menteri, Najib Tun Razak yang memprediksi hal itu akan terjadi.
“PAS mulai sangsi dengan PKR. Jika dilihat di Permatang Pauh, mana ada markas gerakan PAS,” kata Najib Tun Razak pada rapat akbar gerakan Barisan Nasional (BN) di Permatang Janggus, Malaysia.
Dikatakan Najib Tun Razak, dalam muktamar PAS, ada sinyalemen PAS lebih mendukung Abdul HAdi, Ketua Umum PAS, sebagai Perdana Menteri. “Jadi belum ada jaminan Anwar akan jadi Perdana Menteri.”
Tidak itu saja, Najib Tun Razak malah menyindir Anwar. Kata dia, Anwar berpeluang menjadi Perdana Menteri jika ada 30 anggota parlemen BN melompat ke PKR. “Baru Anwar jadi Perdana Menteri, itu pun kalau PAS setuju.”
Keputusan Anwar Ibrahim bertanding di Permatang Pauh mendapat cibiran dari Mohamad Ezam Mohd, mantan Angkatan Muda PKR. Menurut Nor, dengan memilih Permatang Pauh sebagai tempat bertanding, maka Anwar secara tidak langsung menunjukkan bahwa dia tidak mempunyai keyakinan untuk menang.
“Selama ini orang semua katakan Anwar ini seorang pejuang sejati. Dan saya pun dulu percaya dia betul-betul pejuang. Kalau dia pejuang, dia sepatutnya pergi ke tempat paling sukar untuk menang,” katanya dalam ceramah UMNO Bahagian Shah Alam. Seperti diketahui, Wan Azizah Wan Ismail yang juga Presiden PKR mengumumkan bahwa dirinya mengundurkan diri sebagai anggota parlemen Permatang Pauh dan memberikan posisi itu kepada suaminya, Anwar Ibrahim.
Nor juga mengingatkan orang India dan Cina supaya berhati-hati dengan Anwar. “Anwar ini jenis manusia yang sering berubah pendapat.” Ahmad Azrin Adnan, peneliti dari Universiti Sains Malaysia (USM), mengatakan pasca Pilihan Raya Umum 2008 mulai melihatkan perkembangan yang kurang sehat dalam aliansi BN, UMNO, MCA, dan MIC.
Kondisi ini makin diperparah dengan pernyataan Mahathir dan Mukhriz Mahathir yang secara tegas mendesak Abdullah Ahmad Badawi untuk mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri.
Jalan Anwar Kian Terjal
Pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim menuding pemerintah berkuasa menggunakan ‘black campaign’ untuk menjegal karier politiknya. Hal itu ia nyatakan dalam sebuah konferensi pers di di Permatang Pauh.
DIJELASKAN Anwar, pemerintah sengaja membesar-besarkan tudingan sodomi yang dituduhkan kepadanya. Tujuannya untuk menurunkan citra Anwar di mata pendukungnya. Akibat kampanye hitam menjelang pemilu sela yang akan berlangsung pada 26 Agustus, Anwar merasa perjuangannya merasa diganjal.
“Semua langkah yang dilakukan pemerintah adalah taktik kotor. Itu sebagai bentuk kampanye balas dendam dari kubu mereka dan merupakan tindakan amoral,” katanya.
Anwar juga menuduh pemerintahan berkuasa menggunakan ‘jurus’ ketegangan antara etnis mayoritas Melayu dengan suku minoritas Cina dan India. Caranya dengan menuduh Anwar sebagai pendukung kelompok etnis Cina. “Semua langkah yang dilakukan pemerintah adalah taktik kotor. Itu sebagai bentuk kampanye balas dendam dari kubu mereka dan merupakan tindakan amoral,” kesalnya.
Dia menduga, isu rasial yang digunakan bertujuan untuk melemahkan dukungan kaum Melayu progresif kepada dirinya. Dalam data, jumlah etnis Melayu di wilayah itu mencapai 69 persen dari jumlah seluruh pemilih atau 58.459 orang.
Malaysia akan melaksanakan pemilu sela pada 26 Agustus. Pemilu merupakan ujian bagi karier politik Anwar yang berambisi kembali menguasi kursi pemerintahan.
Sementara itu, seperti dikutip Utusan, aliansi partai oposisi, seperti Parti Keadilan Rakyat (PKR) dan Partai Islam Malaysia (PAS) terancam pecah kongsi. Adalah Wakil Perdana Menteri, Najib Tun Razak yang memprediksi hal itu akan terjadi.
“PAS mulai sangsi dengan PKR. Jika dilihat di Permatang Pauh, mana ada markas gerakan PAS,” kata Najib Tun Razak pada rapat akbar gerakan Barisan Nasional (BN) di Permatang Janggus, Malaysia.
Dikatakan Najib Tun Razak, dalam muktamar PAS, ada sinyalemen PAS lebih mendukung Abdul HAdi, Ketua Umum PAS, sebagai Perdana Menteri. “Jadi belum ada jaminan Anwar akan jadi Perdana Menteri.”
Tidak itu saja, Najib Tun Razak malah menyindir Anwar. Kata dia, Anwar berpeluang menjadi Perdana Menteri jika ada 30 anggota parlemen BN melompat ke PKR. “Baru Anwar jadi Perdana Menteri, itu pun kalau PAS setuju.”
Keputusan Anwar Ibrahim bertanding di Permatang Pauh mendapat cibiran dari Mohamad Ezam Mohd, mantan Angkatan Muda PKR. Menurut Nor, dengan memilih Permatang Pauh sebagai tempat bertanding, maka Anwar secara tidak langsung menunjukkan bahwa dia tidak mempunyai keyakinan untuk menang.
“Selama ini orang semua katakan Anwar ini seorang pejuang sejati. Dan saya pun dulu percaya dia betul-betul pejuang. Kalau dia pejuang, dia sepatutnya pergi ke tempat paling sukar untuk menang,” katanya dalam ceramah UMNO Bahagian Shah Alam. Seperti diketahui, Wan Azizah Wan Ismail yang juga Presiden PKR mengumumkan bahwa dirinya mengundurkan diri sebagai anggota parlemen Permatang Pauh dan memberikan posisi itu kepada suaminya, Anwar Ibrahim.
Nor juga mengingatkan orang India dan Cina supaya berhati-hati dengan Anwar. “Anwar ini jenis manusia yang sering berubah pendapat.” Ahmad Azrin Adnan, peneliti dari Universiti Sains Malaysia (USM), mengatakan pasca Pilihan Raya Umum 2008 mulai melihatkan perkembangan yang kurang sehat dalam aliansi BN, UMNO, MCA, dan MIC.
Kondisi ini makin diperparah dengan pernyataan Mahathir dan Mukhriz Mahathir yang secara tegas mendesak Abdullah Ahmad Badawi untuk mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri.
Berita Dari Indonesia
(Dipetik daripada 'Indonesia Monitor' pada 04 August 2008)
Pemerintah Gagal Anwar Jadi Tumbal
Mantan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim kembali tersandung kasus sodomi. Benarkah tuduhan itu digunakan pemerintah yang berkuasa untuk menutup peluang Anwar kembali menjadi PM?
DALAM empat bulan terakhir, peta politik Malaysia memanas. Setidaknya ada dua momentum yang mengawalinya. Pertama, keberhasilan kaum oposisi merebut kursi parlemen. Kedua, mencuatnya isu sodomi yang dilakukan Anwar Ibrahim terhadap Mohd Saiful Bukhari Azlan, mantan asistennya. Menurut peneliti dari Universiti Sains Malaysia (USM) Ahmad Azrin Adnan, bergejolaknya suasana politik Malaysia umumnya lebih banyak disebabkan keinginan Anwar Ibrahim untuk kembali menjadi orang nomor satu di negeri berpenduduk 20 juta jiwa itu.
Dalam pemilihan umum ke-12, koalisi Barisan Nasional (BN) hanya mampu menguasai setengah kursi parlemen atau 140 kursi dari dua per tiga kursi yang dijadikan patokan untuk membentuk pemerintahan. Kondisi ini diperparah kegagalan BN dalam mempertahankan hegemoni di lima negeri yakni Perak, Kedah, Pulau Pinang, Selangor, dan Kelantan. Pencapaian BN dalam pemilihan umum merupakan yang terburuk (63.1 persen) dibandingkan hasil 1969 (66 persen), 1990 (70.5 persen), 1999 (76.7 persen) dan 2004 (82.5 persen). Selain menjatuhkan citra Anwar, menurut Ahmad Azrin, isu sodomi merupakan upaya pengalihan isu dari pemerintahan yang berkuasa untuk menutup malu lantaran gagal dalam menyikapi kenaikan harga BBM. “Segala berita yang tersebar hanya bertujuan mengalihkan pandangan rakyat terhadap kelemahan BN dan kegagalan menangani isu kenaikan beban ekonomi,” ujarnya kepada Indonesia Monitor. Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi membantah tegas pandangan tersebut.
“Tak ada. Tak usah percaya,” katanya seperti dikutip Utusan. Badawi berharap agar dalam kasus sodomi ini Anwar mau bekerjasama dengan kepolisian terutama dalam pengambilan sampel DNA. Karena contoh DNA milik kepolisian saat ini terbilang usang. “Minta sampel baru apa salahnya, kalau dia betul-betul tidak terlibat,” tambah Badawi. Namun, Anwar mengajukan sejumlah syarat agar masalah bisa segera diselesaikan. “Semua pemeriksaan pengambilan sampel berkaitan pengadu (Mohd Saiful) harus secara bebas dan dilakukan profesional tanpa campur tangan polisi” pinta Anwar seperti dikutip The Sun. Pemimpin oposisi Malaysia itu khawatir sampel akan disalahgunakan. Apalagi, sebelumnya dia mengaku tak percaya pada sistem setelah sampel DNA yang diserahkan direkayasa sebagai bukti untuk menjatuhkannya tahun 1998. Kasus sodomi yang menerpa Anwar ternyata menarik simpati AS, Jepang dan koleganya yakni mantan presiden Filipina Joseph Estrada (70). Kata Estrada, tuduhan tersebut penuh muatan politis. “Saya berharap pemerintah Malaysia bijaksana dan berhati-hati dalam memproses kasus Anwar,” tandas Estrada. Anwar Ibrahim ditahan Rabu (16/7) dan dibebaskan setelah sehari menginap di bui.
Pemerintah Gagal Anwar Jadi Tumbal
Mantan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim kembali tersandung kasus sodomi. Benarkah tuduhan itu digunakan pemerintah yang berkuasa untuk menutup peluang Anwar kembali menjadi PM?
DALAM empat bulan terakhir, peta politik Malaysia memanas. Setidaknya ada dua momentum yang mengawalinya. Pertama, keberhasilan kaum oposisi merebut kursi parlemen. Kedua, mencuatnya isu sodomi yang dilakukan Anwar Ibrahim terhadap Mohd Saiful Bukhari Azlan, mantan asistennya. Menurut peneliti dari Universiti Sains Malaysia (USM) Ahmad Azrin Adnan, bergejolaknya suasana politik Malaysia umumnya lebih banyak disebabkan keinginan Anwar Ibrahim untuk kembali menjadi orang nomor satu di negeri berpenduduk 20 juta jiwa itu.
Dalam pemilihan umum ke-12, koalisi Barisan Nasional (BN) hanya mampu menguasai setengah kursi parlemen atau 140 kursi dari dua per tiga kursi yang dijadikan patokan untuk membentuk pemerintahan. Kondisi ini diperparah kegagalan BN dalam mempertahankan hegemoni di lima negeri yakni Perak, Kedah, Pulau Pinang, Selangor, dan Kelantan. Pencapaian BN dalam pemilihan umum merupakan yang terburuk (63.1 persen) dibandingkan hasil 1969 (66 persen), 1990 (70.5 persen), 1999 (76.7 persen) dan 2004 (82.5 persen). Selain menjatuhkan citra Anwar, menurut Ahmad Azrin, isu sodomi merupakan upaya pengalihan isu dari pemerintahan yang berkuasa untuk menutup malu lantaran gagal dalam menyikapi kenaikan harga BBM. “Segala berita yang tersebar hanya bertujuan mengalihkan pandangan rakyat terhadap kelemahan BN dan kegagalan menangani isu kenaikan beban ekonomi,” ujarnya kepada Indonesia Monitor. Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi membantah tegas pandangan tersebut.
“Tak ada. Tak usah percaya,” katanya seperti dikutip Utusan. Badawi berharap agar dalam kasus sodomi ini Anwar mau bekerjasama dengan kepolisian terutama dalam pengambilan sampel DNA. Karena contoh DNA milik kepolisian saat ini terbilang usang. “Minta sampel baru apa salahnya, kalau dia betul-betul tidak terlibat,” tambah Badawi. Namun, Anwar mengajukan sejumlah syarat agar masalah bisa segera diselesaikan. “Semua pemeriksaan pengambilan sampel berkaitan pengadu (Mohd Saiful) harus secara bebas dan dilakukan profesional tanpa campur tangan polisi” pinta Anwar seperti dikutip The Sun. Pemimpin oposisi Malaysia itu khawatir sampel akan disalahgunakan. Apalagi, sebelumnya dia mengaku tak percaya pada sistem setelah sampel DNA yang diserahkan direkayasa sebagai bukti untuk menjatuhkannya tahun 1998. Kasus sodomi yang menerpa Anwar ternyata menarik simpati AS, Jepang dan koleganya yakni mantan presiden Filipina Joseph Estrada (70). Kata Estrada, tuduhan tersebut penuh muatan politis. “Saya berharap pemerintah Malaysia bijaksana dan berhati-hati dalam memproses kasus Anwar,” tandas Estrada. Anwar Ibrahim ditahan Rabu (16/7) dan dibebaskan setelah sehari menginap di bui.
Friday, February 13, 2009
Pernyataan Masalah: Bagaimana Memahaminya Secara Mudah?
Dalam membincangkan bagaimana menghasilkan pernyataan masalah yang baik, perlulah difahami bahawa terdapat perkaitan yang sangat rapat antara latar belakang kajian, pernyataan masalah (PS), objektif kajian dan persoalan kajian. Setiap satu daripadanya bertaut di antara satu sama lain. Saya gunakan analogi berikut untuk menerangkan perkara ini. Katakan dalam soal kita dan perkahwinan. Dalam 'latar belakang', kita beritahu kepada orang tua kita bahawa kita sekarang telah dewasa, akil baligh. Dah ada kerja tetap dan sudah bersedia untuk tanggung anak orang. Dalam masa yang sama, kita memang teringin sangat nak kahwin. Dalam 'pernyataan masalah', kita beritahu orang tua kita bahawa daripada berjuta anak dara dalam dunia ni, kenapa gadis dari Kuala Terengganu jadi pilihan hati. Di sinilah kita kena tunjukkan pelbagai justifikasi kenapa dan mengapa orang tua kita harus menerima gadis yang kita cadangkan sebagai menantu mereka. Setelah selesai kita bahaskan PS, ia sebenarnya membawa kepada apa yang nak dicapai. Maknanya, objektif kita......mengahwini gadis dari Kuala Terengganu.Untuk mencapai objektif tu, ada beberapa persoalan yang perlu ditanya. Contohnya, rupa paras gadis tu macam mana? kerja apa? tahap pendidikan dia? dan pelbagai persoalan lain.
Pilot Study: Its Importance
I have just recently conducted pilot study at Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB), Kuala Terengganu Branch involving 30 Muslims customers. To tell you the truth, I faced many difficulties in getting cooperation from respondents. Thank god, it was just 30 respondents. I asked myself, "if I face the same problems when doing the real study, how can I get 500 respondents?". You know what? 4 days for 30 respondents. To overcome the identified problems, I went to see my supervisors, Professor Muhammad Syukri Salleh and Dr. Zakaria Bahari. We had a discussion while having breakfast and now, I've got the solution. Anyway, by doing this pilot study, I manage to achieve few things, i.e (1) instrument's effectiveness, (2) applicability of research design, (3) applicability of sampling technique,(4) effectiveness of analysis techniques, (5) applicability of research questions, and etc. This pilot study is really important for me to ensure the smoothness of my real study that is expected to be done on this March 2009. So guys, don't forget to do pilot study to make sure your real study goes well.
Interview Session With Dato' Wan Ismail Wan Yusoh
Sejenak Bersama Dato' Mufti Pulau Pinang
Interview Sessions With Islamic Banking and Finance (IBF) Experts
In the process of developing the determinants of bank selection from the Islamic consumer behavior framework (consumer perspective), 8 interview sessions had been conducted since 22 September 2008 involving practitioners, consultants, academicians and religous figures (see below):
Picture (left): Researcher with Badlisyah Abd.Ghani, CEO of CIMB Islamic Bank
Picture (left): Researcher with Dato' Wan Ismail Wan Yusoh, General Manager of BIMB
Picture (left): Researcher with Dato' Hassan Ahmad, Mufti of Penang
Picture (left): Researcher with Dato' Md. Hashim Yahya, ex-Chairman of BNM Shariah Advisory Board
Picture (left): Researcher with Tuan Haji Sabar Rahaman, Shariah Advisor of Microlink (ex Vice President of Bank Muamalat Malaysia Berhad)
Picture (left): Researcher with Professor Dr. Abd.Ghafar Ismail (UKM), Shariah Advisory Board Member of Standard Chartered
Picture (left): Researcher with Dr. Atikullah Abdullah (USM), Shariah Advisory Board Member of Agrobank
Picture (left): Researcher with Ustaz Mohd Bakir Mansor, Chairman of BIMB Shariah Advisory Board Member cum Internal Research Fellow of IBFIM
Picture (left): Researcher with Badlisyah Abd.Ghani, CEO of CIMB Islamic Bank
Picture (left): Researcher with Dato' Wan Ismail Wan Yusoh, General Manager of BIMB
Picture (left): Researcher with Dato' Hassan Ahmad, Mufti of Penang
Picture (left): Researcher with Dato' Md. Hashim Yahya, ex-Chairman of BNM Shariah Advisory Board
Picture (left): Researcher with Tuan Haji Sabar Rahaman, Shariah Advisor of Microlink (ex Vice President of Bank Muamalat Malaysia Berhad)
Picture (left): Researcher with Professor Dr. Abd.Ghafar Ismail (UKM), Shariah Advisory Board Member of Standard Chartered
Picture (left): Researcher with Dr. Atikullah Abdullah (USM), Shariah Advisory Board Member of Agrobank
Picture (left): Researcher with Ustaz Mohd Bakir Mansor, Chairman of BIMB Shariah Advisory Board Member cum Internal Research Fellow of IBFIM
Pengertian Teori dan Peranannya
Secara prinsip, ‘Sorotan Karya’ (salah satu bab tesis) membincangkan konsep-konsep penting berkaitan hal yang dikaji. Ia menghala kepada pembentukan kerangka teori kajian. Dalam proses melengkapkan bab ini, salah satu masalah awal yang mungkin terjadi kepada anda (jika berkaitan) ialah memahami apakah yang dimaksudkan dengan teori? Jika sudah difahami maknanya, apa pentingnya teori dalam sesuatu kajian?
Sabitha Marican (2005:49) menjelaskan makna teori seperti berikut: teori ialah satu set pernyataan yang abstrak dan umum yang disokong oleh syor (atau hipotesis yang dibuktikan). Berdasarkan makna ini, beliau menegaskan bahawa teori dan hipotesis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan kerana teori itu sendiri disokong melalui hipotesis. Beliau juga berkata: teori adalah satu set kenyataan mengenai perkaitan antara beberapa pembolehubah. Oleh yang demikian, sesuatu teori itu mestilah boleh diuji dan merupakan sesuatu yang benar atau sebaliknya sehinggalah ia dibuktikan.
Jikalau itu maknanya teori, apa pentingnya teori dalam sesuatu kajian atau penyelidikan?
Sesuatu teori yang baik dapat menjelaskan kepada kita tentang sesuatu fenomena. Ia memandu kita untuk mengisi jurang literatur yang dikenal pasti sama ada mendalami sesuatu fakta yang telah diketahui atau menjelaskan perkara-perkara yang masih kabur. Justeru, Sabitha Marican (2005:50) menyarankan 3 peranan utama teori: Pertama, mengorganisasikan pengetahuan dan menjelaskan hukum. Kedua, meramal hukum yang baru. Ketiga, menjadi panduan untuk penyelidikan.
Sekarang, kita sudah memahami secara ringkas apa yang dimaksudkan dengan teori dan peranannya dalam sesuatu penyelidikan. Apa pula yang dimaksudkan dengan kerangka teori? Begitu juga dengan kerangka konsep? Apakah ada perbezaan antara keduanya?
Sama ada kerangka teori atau kerangka konsep, perbincangan kedua-duanya tertumpu kepada konsep dan pembolehubah yang hendak dikaji.
Secara mudahnya, kerangka teori memperlihatkan satu penjelasan yang luas dan umum tentang perkaitan antara konsep-konsep yang dikaji (Sabitha Marican, 2005:50). Menurut Sabitha Marican lagi, ia berdasarkan penjelasan teori sedia ada (penyelidik guna kerangka teori untuk jelaskan teori tentang sesuatu hal yang dikaji). Contohnya, teori motivasi ialah satu contoh kerangka teori dalam mengkaji pendorong sesuatu gelagat atau tingkah laku.
Perlu difahami juga, kerangka teori ini sering digunakan apabila tiada teori yang wujud dan dengan sebab itu, penyelidik membentuk satu perkaitan antara antara konsep-konsep yang hendak dikaji (Sabitha Marican, 2005:50).
Secara lebih menyeluruh, perhatikan rumusan Uma Sekaran (2000:56) tentang perkara yang perlu ada dalam sebuah kerangka teori. Ada 5 ciri penting iaitu: Pertama, perlu terlebih dahulu mengenal pasti dan melabelkan pembolehubah yang dianggap sesuai dengan kajian. Kedua, perlu nyatakan bagaimana pembolehubah-pembolehubah tersebut berhubungan. Ketiga, perlu nyatakan sifat dan arah hubungan (berdasarkan kajian-kajian lepas) antara pembolehubah-pembolehubah tersebut. Keempat, perlu ada penjelasan tentang ramalan hubungan tersebut. Kelima, perlu kemukakan rajah yang sistematik.
Maknanya, kerangka teori ialah asas untuk menerangkan secara keseluruhan apa yang hendak dikaji.
Jikalau begitu pengertian kerangka teori, apa pula kerangka konsep?
Kerangka konsep lebih bersifat tentatif dan belum dibangunkan secara sepenuhnya berbanding kerangka teori (Norwood, 2000:78). Ertinya, ia merujuk sesuatu teori yang belum diuji.
Kerangka konsep adalah sesuatu yang amat penting bagi penyelidik kualitatif. Melalui kerangka ini, proses pengumpulan data dan seterusnya pentafsirannya ke arah membentuk satu generalisasi dapat dilakukan.
Sabitha Marican (2005:49) menjelaskan makna teori seperti berikut: teori ialah satu set pernyataan yang abstrak dan umum yang disokong oleh syor (atau hipotesis yang dibuktikan). Berdasarkan makna ini, beliau menegaskan bahawa teori dan hipotesis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan kerana teori itu sendiri disokong melalui hipotesis. Beliau juga berkata: teori adalah satu set kenyataan mengenai perkaitan antara beberapa pembolehubah. Oleh yang demikian, sesuatu teori itu mestilah boleh diuji dan merupakan sesuatu yang benar atau sebaliknya sehinggalah ia dibuktikan.
Jikalau itu maknanya teori, apa pentingnya teori dalam sesuatu kajian atau penyelidikan?
Sesuatu teori yang baik dapat menjelaskan kepada kita tentang sesuatu fenomena. Ia memandu kita untuk mengisi jurang literatur yang dikenal pasti sama ada mendalami sesuatu fakta yang telah diketahui atau menjelaskan perkara-perkara yang masih kabur. Justeru, Sabitha Marican (2005:50) menyarankan 3 peranan utama teori: Pertama, mengorganisasikan pengetahuan dan menjelaskan hukum. Kedua, meramal hukum yang baru. Ketiga, menjadi panduan untuk penyelidikan.
Sekarang, kita sudah memahami secara ringkas apa yang dimaksudkan dengan teori dan peranannya dalam sesuatu penyelidikan. Apa pula yang dimaksudkan dengan kerangka teori? Begitu juga dengan kerangka konsep? Apakah ada perbezaan antara keduanya?
Sama ada kerangka teori atau kerangka konsep, perbincangan kedua-duanya tertumpu kepada konsep dan pembolehubah yang hendak dikaji.
Secara mudahnya, kerangka teori memperlihatkan satu penjelasan yang luas dan umum tentang perkaitan antara konsep-konsep yang dikaji (Sabitha Marican, 2005:50). Menurut Sabitha Marican lagi, ia berdasarkan penjelasan teori sedia ada (penyelidik guna kerangka teori untuk jelaskan teori tentang sesuatu hal yang dikaji). Contohnya, teori motivasi ialah satu contoh kerangka teori dalam mengkaji pendorong sesuatu gelagat atau tingkah laku.
Perlu difahami juga, kerangka teori ini sering digunakan apabila tiada teori yang wujud dan dengan sebab itu, penyelidik membentuk satu perkaitan antara antara konsep-konsep yang hendak dikaji (Sabitha Marican, 2005:50).
Secara lebih menyeluruh, perhatikan rumusan Uma Sekaran (2000:56) tentang perkara yang perlu ada dalam sebuah kerangka teori. Ada 5 ciri penting iaitu: Pertama, perlu terlebih dahulu mengenal pasti dan melabelkan pembolehubah yang dianggap sesuai dengan kajian. Kedua, perlu nyatakan bagaimana pembolehubah-pembolehubah tersebut berhubungan. Ketiga, perlu nyatakan sifat dan arah hubungan (berdasarkan kajian-kajian lepas) antara pembolehubah-pembolehubah tersebut. Keempat, perlu ada penjelasan tentang ramalan hubungan tersebut. Kelima, perlu kemukakan rajah yang sistematik.
Maknanya, kerangka teori ialah asas untuk menerangkan secara keseluruhan apa yang hendak dikaji.
Jikalau begitu pengertian kerangka teori, apa pula kerangka konsep?
Kerangka konsep lebih bersifat tentatif dan belum dibangunkan secara sepenuhnya berbanding kerangka teori (Norwood, 2000:78). Ertinya, ia merujuk sesuatu teori yang belum diuji.
Kerangka konsep adalah sesuatu yang amat penting bagi penyelidik kualitatif. Melalui kerangka ini, proses pengumpulan data dan seterusnya pentafsirannya ke arah membentuk satu generalisasi dapat dilakukan.
Hukumlah Sesuatu Dengan Ilmu
Sedihnya membaca tulisan di bawah yang dihantar oleh seorang hamba Allah kepada semua pembaca sekalian. Apabila saya menggunakan perkataan ‘sedih’, pastinya ada yang bersetuju dengan saya atau sebaliknya atau mungkin saudara merupakan salah seorang yang berfahaman sebagaimana tulisan di bawah:
Assalamu'alaikum & Salam Sejahtera Saudara/i Sekalian,
Sedar tak sedar, kita semua ni menjadi mangsa tipudaya dunia akhir zaman. Berbondong2 umat Islam hari ini mempercayai sistem perbankan yang bertopengkan nama Islam. Keluar mulut harimau, masuk mulut buaya. Hakikatnya, Perbankan Islam ataupun Perbankan Konvensional yang wujud pada hari ini adalah 2x5 sahaja. Kedua-duanya mengenakan caj yang tidak munasabah ataupun memang menyakitkan hati para peminjam. Caj yang dikenakan ini kalau kat Bank non-Islam dipanggil 'interest' charge manakala kat Bank Islam ditukar perkataan tu kepada 'service' charge - sama sahaja, 'bungkusan' je lain2.
Kalau kita fikir betul2, bank yang bertopengkan nama Islam ni lebih banyak menipu masyarakat berbanding bank non-Islam ataupun sekurang2nya sama besar penipunya.
Bank bertopengkan Islam kata, caj 7.5% yang dikenakan untuk pinjaman perumahan itu adalah 'service' charge ataupun caj perkhidmatan BUKANNYA 'interest' charge ataupun caj faedah... Alaaahaai, pandai betul putar belit!!! Licik & jelek betul teknik pemasaran begini!!! Konsep sama, nama je lain... Bank Konvensional sekurang2nya berterus terang, tak macam bank bertopengkan Islam, berpusing2...
Saya bagi contoh, bayaran pokok setiap bulan bagi pinjaman perumahan RM300k selama 30 tahun adalah sebanyak RM833.33 sebulan. Purata KADAR FAEDAHbank bertopengkan Islam adalah 7.5% (terus-terang, tak payah nak berselindung2, konon2nya kadar perkhidmatan ye, bukan kadar faedah ye, ptuihh)...
Setelah dicampur dengan kadar faedah 7.5% ni, maka peminjam perlu membayar 'a whopping' RM2097.64 SEBULAN kepada bank yang bertopengkan Islam tadi... Kiralah berapa banyak caj yang dia kata HANYA SERVIS CAJ tu... RM1264.31 tuhhh!!! Kepala hatok dia, satu kepala kena bayar servis bulan2 besar macam tu!!!
Cuba kita bezakan dengan bank non-Islam yang kini kita perlu bayar serendah 4.5%. Jumlah bayaran bulanan dia RM1520.05, bermakna faedah dia hanya RM686.72 sahaja - masih lagi tak wajar TAPI jauh lebih rendah daripada bank bertopengkan Islam yang mengenakan faedah RM1264.31...
Ada yang memberi alasan kadar faedah bank bertopengkan Islam tu kekal atau TIADA BLR (Base Lending Rate). Sedar ke tak sedar, dalam kehidupan seharian kita, apabila kita bagi pinjam duit kita kat kawan kita dan kita diajar adalah HARAMMM untuk kita mintak extra walau 1 sen pun daripada kawan kita tadi tu sekalipun one-time basis atau per day or etc... Tiba2, halal pulak bagi bank bertopengkan Islam... Apa nih!?
Lepas tu, sejak akhir2 ni, dah mula menjadi trend bank2 bertopengkan Islam ni menawarkan pakej baru yang menggunakan konsep BLR. Cuma bezanya, dia tukar nama BLR tu kepada BFR (Base Financing Rate)... BFR-1%, BFR-1.2% etc... Pakej baru nie disasarkan kepada mereka yang tak mampu nak bayar fix interest rate 7.5% sebelum ni. Jijik betul lah depa twist-twist macam nih! Barangkali ING Housing Loan yang kini menawarkan kadar faedah fix 5.5% lebih Islamic daripada bank2 atau pakej2 yang menggunakan nama Islam... Jika bank bertopengkan Islam tu buat macam Bank Negara Malaysia yang mengenakan kadar faedah 2% sahaja kepada stafnya, maka barulah agak munasabah...
Beberapa kenalan saya yang membuat pinjaman perumahan dengan bank non-Islam telah membuat rayuan untuk dikecualikan daripada caj lewat bayar untuk tempoh tertentu dan rayuan tersebut diluluskan sebab mereka mempunyai alasan kukuh antaranya anak menghidap kanser yang memerlukan belanja berpuluh ribu ringgit. Ehem, kalau tiada alasan munasabah, adillah kalau kena 'denda' kan. Siapa kata bank non-Islam tak pernah consider masalah peminjam2nya? Lagi satu, saya ni orang Cina Muslim. Ayah saya Chinese convert. Tolong betulkan fakta si Zaharuddin tu yang merepek kononnya sebab utama orang Cina pilih perbankan Islam kononnya kerana kemudahan pengecualian caj lewat bayar. Kami orang Cina, kalau pilih bank Islam, sebab utamanya adalah kadar faedah fix tu ye. Saya kesian tengok orang Melayu Islam/peribumi Islam 'TERPAKSA' pilih bank Islam yang mahal sebab mulut2 orang seperti Zaharuddin yang 'menghalalkan'nya. Kami, bangsa Cina, rata2 tiada masalah untuk bayar lebih 20%-40% sebab kami mampu dari segi kewangan untuk bayar lebih bagi mengelakkan uncertainty berbanding peribumi Islam yang tup,tup,tup terus kena bayar caj yang mencanak dalam keadaan kurang mampu kewangan. Dan sejak ING menawarkan fix housing loan interest, ramai orang Cina yang dah beralih. Aku tak tahu lah macam mana orang2 agama ni kena kelentong dengan golongan korporat yang berjaya memperdayakan mereka untuk meng'halal'kan pakej2 pinjaman bertopengkan nama Islam tu... Aku ada jumpa sorang ulamak ni, yang TIDAK pernah membuat sebarang pinjaman. Selepas 4 tahun bekerja, barulah dia membeli kereta Proton secara tunai dengan menggunakan wang simpanannya. Hampir 20 tahun, selepas membeli kereta, barulah dia membeli rumah, juga secara tunai. Dia takut untuk membuat pinjaman sekalipun dengan bank Islam kerana banyak keraguan yang berasas untuk menelan bulat2 fatwa halal bank Islam. Memang aku respek kat dia. Aku pun tak mampu nak ikut kesabaran dia menyimpan selama berpuluh2 tahun untuk beli rumah cash! Semoga Allah Merahmati ulamak berkenaan.
(dipetik daripada sebuah laman web)
Bagaimana? Bersetuju dengan penulis? Jikalau saudara sealiran dengan penulis ini, sekali lagi saya menggunakan perkataan ’sedih’ buat saudara untuk menegaskan betapa salah dan dangkalnya fakta-fakta yang telah dinyatakan.
Saya bukanlah seorang pakar dalam bidang yang menggabungkan usul fiqh, kewangan dan perbankan. Namun, pengalaman singkat saya sebagai seorang pengamal perbankan, dan kini sebagai seorang calon PhD dalam bidang gelagat pengguna Islam dan kriteria pemilihan bank membawa kepada beberapa rumusan utama. Walau bagaimanapun, hari ini saya ingin mengetengahkan satu sahaja daripada kesemua rumusan tersebut.
Rumusan pertama, jangan terlalu tergesa-gesa untuk mengharamkan sesuatu yang sifatnya halal, sekiranya kita tidak cuba mendalami konsep syariah dalam perbankan Islam. Apakah kita telah benar-benar memahami takrif, rukun, syarat sah dan hukum sesuatu prinsip Islam yang diterapkan ke dalam sesuatu produk perbankan? Jika jawapannya tidak, bersedia untuk berhadapan dengan Allah nanti di hari pengadilan kerana kita telah menghukum sesuatu tanpa ilmu, apa lagi mengharamkan yang halal, menghalalkan yang haram.
Mengikut penelitian saya, mereka ini terlalu jahil tentang hal-hal ini. Pandangan yang mereka lontarkan ini adalah berdasarkan teori ikut-ikutan yang didasari oleh nafsu yang jahat dan emosi yang bercelaru. Jika tidak percaya, saya ingin bertanya kepada penulis dan juga saudara. Jika benar bank Islam yang sedang beroperasi kini hanyalah bersifat kosmetik (istilah faedah ditukar kepada keuntungan), bagaimana saudara mentafsirkan ayat 275 surah al-Baqarah? Apakah konsep hubungan yang terjalin antara bank dan kita sebagai pengguna? Jika sistem perbankan Islam yang sedia ada ini terlalu ’jelek’ di pandangan, sistem yang bagaimana yang saudara inginkan? Pastinya, saudara akan menjawab sistem yang menyediakan produk dan perkhidmatan yang murah, tidak zalim dan tidak menindas. Tidakkah kesemua nilai ini dianjurkan oleh Islam?
Produk perbankan Islam lebih mahal daripada produk perbankan Islam? Betulkah? Kaedah pengiraan yang ditunjukkan (tulisan di atas) mempamerkan ketidaktepatan pengiraan sebenar seterusnya mendedahkan betapa ceteknya ilmu perbankan yang dimiliki. Tidakkah saudara ketahui bahawa jumlah kos sebenar bagi produk perbankan konvensional adalah terikat kepada kadar pinjaman asas (BLR) yang diperkenalkan oleh rejim Yahudi untuk menggantikan kadar pinjaman prima? Ertinya, kos sebenar pinjaman adalah bergantung kepada pergerakan BLR yang tidak tetap kadarnya (di sinilah haramnya perbankan konvensional kerana ada unsur ketidakpastian). Saudara mendakwa Based Financing Rate (BFR) yang diperkenalkan oleh bank Islam itu sebenarnya BLR versi Islam. Jangan bersikap melulu. Tahukah saudara apakah yang dimaksudkan dengan BFR? Ia sebenarnya jauh lebih baik daripada BLR dan fixed rate kerana memberikan lebih keadilan kepada pengguna daripada segi kos sebenar sesuatu aset yang disewa daripada bank. Sebagai contoh, jika kadar tetap ialah 8%, BFR pula 6%. Mana-mana pembiayaan yang menggunakan BFR, pengguna akan diberikan diskaun sebanyak 2% (8%-6%). Menariknya, jika BFR meningkat melebihi kadar tetap (seperti contoh di atas, 8%), pengguna akan dikenakan kadar 8% (tidak boleh lebih daripada kadar tetap). Dan yang lebih penting untuk saudara fahami sebelum membincangkan hal-hal yang lebih teknikal ialah, hubungan yang terjalin antara saudara dan bank konvensional ialah atas dasar peminjam dan pemberi pinjam. Ertinya, yang menjadi objek urusniaga ialah wang sama ada dipinjam atau diberi pinjam (di sinilah riba ad-duyun berlaku). Sedangkan dalam perbankan Islam, hubungannya ialah antara pembeli atau rakan kongsi dan penjual. Ertinya, yang menjadi objek urusniaga bukannya wang tetapi barang atau perkhidmatan yang dijual beli. Dan inilah yang menjadi intipati penting dalam ayat 275 surah al-Baqarah.
Islam tidak menolak elemen ’murah’, kerana ia seringkali dikaitkan dengan unsur tidak zalim dan tidak menindas. Tetapi harus diingat bahawa yang lebih diutamakan oleh Islam ialah tentang kehalalannya sama ada daripada segi mutu dan kesuciannya. Analoginya mudah. Sekiranya kita ingin membeli minyak wangi yang berjenama, bagaimana harganya? Mahal bukan? Tetapi kenapa kita sanggup membelinya walaupun harganya mahal? Padahal dengan harga begitu kita mampu memiliki minyak wangi yang tidak berjenama dengan kuantiti yang banyak.
Ada pula yang bertanya: kenapa bank Islam tidak boleh menawarkan produk yang murah. Sebenarnya itulah yang ingin dilakukan oleh bank Islam. Tetapi harus diingat, bank Islam juga perlu melunaskan tanggungjawab kepada para pendeposit, mempastikan tidak berlakunya kerugian operasi (tahukah kos sebenar yang perlu ditanggung oleh pihak bank dalam urusan pembiayaan aset?) dan yang lebih penting ialah untuk meneruskan kelangsungannya dalam arus persaingan dengan bank-bank konvensional yang jauh lebih besar asetnya (aset bank-bank Islam ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan bank-bank konvensional). Saya titipkan peringatan ini buat diri saya yang masih banyak kelemahannya dan juga para pembaca sekalian, tiada guna meraih keuntungan dunia, tetapi merana di akhirat kelak.
Ahmad Azrin Adnan
Penyelidik Bersekutu
ISDEV, USM
Assalamu'alaikum & Salam Sejahtera Saudara/i Sekalian,
Sedar tak sedar, kita semua ni menjadi mangsa tipudaya dunia akhir zaman. Berbondong2 umat Islam hari ini mempercayai sistem perbankan yang bertopengkan nama Islam. Keluar mulut harimau, masuk mulut buaya. Hakikatnya, Perbankan Islam ataupun Perbankan Konvensional yang wujud pada hari ini adalah 2x5 sahaja. Kedua-duanya mengenakan caj yang tidak munasabah ataupun memang menyakitkan hati para peminjam. Caj yang dikenakan ini kalau kat Bank non-Islam dipanggil 'interest' charge manakala kat Bank Islam ditukar perkataan tu kepada 'service' charge - sama sahaja, 'bungkusan' je lain2.
Kalau kita fikir betul2, bank yang bertopengkan nama Islam ni lebih banyak menipu masyarakat berbanding bank non-Islam ataupun sekurang2nya sama besar penipunya.
Bank bertopengkan Islam kata, caj 7.5% yang dikenakan untuk pinjaman perumahan itu adalah 'service' charge ataupun caj perkhidmatan BUKANNYA 'interest' charge ataupun caj faedah... Alaaahaai, pandai betul putar belit!!! Licik & jelek betul teknik pemasaran begini!!! Konsep sama, nama je lain... Bank Konvensional sekurang2nya berterus terang, tak macam bank bertopengkan Islam, berpusing2...
Saya bagi contoh, bayaran pokok setiap bulan bagi pinjaman perumahan RM300k selama 30 tahun adalah sebanyak RM833.33 sebulan. Purata KADAR FAEDAHbank bertopengkan Islam adalah 7.5% (terus-terang, tak payah nak berselindung2, konon2nya kadar perkhidmatan ye, bukan kadar faedah ye, ptuihh)...
Setelah dicampur dengan kadar faedah 7.5% ni, maka peminjam perlu membayar 'a whopping' RM2097.64 SEBULAN kepada bank yang bertopengkan Islam tadi... Kiralah berapa banyak caj yang dia kata HANYA SERVIS CAJ tu... RM1264.31 tuhhh!!! Kepala hatok dia, satu kepala kena bayar servis bulan2 besar macam tu!!!
Cuba kita bezakan dengan bank non-Islam yang kini kita perlu bayar serendah 4.5%. Jumlah bayaran bulanan dia RM1520.05, bermakna faedah dia hanya RM686.72 sahaja - masih lagi tak wajar TAPI jauh lebih rendah daripada bank bertopengkan Islam yang mengenakan faedah RM1264.31...
Ada yang memberi alasan kadar faedah bank bertopengkan Islam tu kekal atau TIADA BLR (Base Lending Rate). Sedar ke tak sedar, dalam kehidupan seharian kita, apabila kita bagi pinjam duit kita kat kawan kita dan kita diajar adalah HARAMMM untuk kita mintak extra walau 1 sen pun daripada kawan kita tadi tu sekalipun one-time basis atau per day or etc... Tiba2, halal pulak bagi bank bertopengkan Islam... Apa nih!?
Lepas tu, sejak akhir2 ni, dah mula menjadi trend bank2 bertopengkan Islam ni menawarkan pakej baru yang menggunakan konsep BLR. Cuma bezanya, dia tukar nama BLR tu kepada BFR (Base Financing Rate)... BFR-1%, BFR-1.2% etc... Pakej baru nie disasarkan kepada mereka yang tak mampu nak bayar fix interest rate 7.5% sebelum ni. Jijik betul lah depa twist-twist macam nih! Barangkali ING Housing Loan yang kini menawarkan kadar faedah fix 5.5% lebih Islamic daripada bank2 atau pakej2 yang menggunakan nama Islam... Jika bank bertopengkan Islam tu buat macam Bank Negara Malaysia yang mengenakan kadar faedah 2% sahaja kepada stafnya, maka barulah agak munasabah...
Beberapa kenalan saya yang membuat pinjaman perumahan dengan bank non-Islam telah membuat rayuan untuk dikecualikan daripada caj lewat bayar untuk tempoh tertentu dan rayuan tersebut diluluskan sebab mereka mempunyai alasan kukuh antaranya anak menghidap kanser yang memerlukan belanja berpuluh ribu ringgit. Ehem, kalau tiada alasan munasabah, adillah kalau kena 'denda' kan. Siapa kata bank non-Islam tak pernah consider masalah peminjam2nya? Lagi satu, saya ni orang Cina Muslim. Ayah saya Chinese convert. Tolong betulkan fakta si Zaharuddin tu yang merepek kononnya sebab utama orang Cina pilih perbankan Islam kononnya kerana kemudahan pengecualian caj lewat bayar. Kami orang Cina, kalau pilih bank Islam, sebab utamanya adalah kadar faedah fix tu ye. Saya kesian tengok orang Melayu Islam/peribumi Islam 'TERPAKSA' pilih bank Islam yang mahal sebab mulut2 orang seperti Zaharuddin yang 'menghalalkan'nya. Kami, bangsa Cina, rata2 tiada masalah untuk bayar lebih 20%-40% sebab kami mampu dari segi kewangan untuk bayar lebih bagi mengelakkan uncertainty berbanding peribumi Islam yang tup,tup,tup terus kena bayar caj yang mencanak dalam keadaan kurang mampu kewangan. Dan sejak ING menawarkan fix housing loan interest, ramai orang Cina yang dah beralih. Aku tak tahu lah macam mana orang2 agama ni kena kelentong dengan golongan korporat yang berjaya memperdayakan mereka untuk meng'halal'kan pakej2 pinjaman bertopengkan nama Islam tu... Aku ada jumpa sorang ulamak ni, yang TIDAK pernah membuat sebarang pinjaman. Selepas 4 tahun bekerja, barulah dia membeli kereta Proton secara tunai dengan menggunakan wang simpanannya. Hampir 20 tahun, selepas membeli kereta, barulah dia membeli rumah, juga secara tunai. Dia takut untuk membuat pinjaman sekalipun dengan bank Islam kerana banyak keraguan yang berasas untuk menelan bulat2 fatwa halal bank Islam. Memang aku respek kat dia. Aku pun tak mampu nak ikut kesabaran dia menyimpan selama berpuluh2 tahun untuk beli rumah cash! Semoga Allah Merahmati ulamak berkenaan.
(dipetik daripada sebuah laman web)
Bagaimana? Bersetuju dengan penulis? Jikalau saudara sealiran dengan penulis ini, sekali lagi saya menggunakan perkataan ’sedih’ buat saudara untuk menegaskan betapa salah dan dangkalnya fakta-fakta yang telah dinyatakan.
Saya bukanlah seorang pakar dalam bidang yang menggabungkan usul fiqh, kewangan dan perbankan. Namun, pengalaman singkat saya sebagai seorang pengamal perbankan, dan kini sebagai seorang calon PhD dalam bidang gelagat pengguna Islam dan kriteria pemilihan bank membawa kepada beberapa rumusan utama. Walau bagaimanapun, hari ini saya ingin mengetengahkan satu sahaja daripada kesemua rumusan tersebut.
Rumusan pertama, jangan terlalu tergesa-gesa untuk mengharamkan sesuatu yang sifatnya halal, sekiranya kita tidak cuba mendalami konsep syariah dalam perbankan Islam. Apakah kita telah benar-benar memahami takrif, rukun, syarat sah dan hukum sesuatu prinsip Islam yang diterapkan ke dalam sesuatu produk perbankan? Jika jawapannya tidak, bersedia untuk berhadapan dengan Allah nanti di hari pengadilan kerana kita telah menghukum sesuatu tanpa ilmu, apa lagi mengharamkan yang halal, menghalalkan yang haram.
Mengikut penelitian saya, mereka ini terlalu jahil tentang hal-hal ini. Pandangan yang mereka lontarkan ini adalah berdasarkan teori ikut-ikutan yang didasari oleh nafsu yang jahat dan emosi yang bercelaru. Jika tidak percaya, saya ingin bertanya kepada penulis dan juga saudara. Jika benar bank Islam yang sedang beroperasi kini hanyalah bersifat kosmetik (istilah faedah ditukar kepada keuntungan), bagaimana saudara mentafsirkan ayat 275 surah al-Baqarah? Apakah konsep hubungan yang terjalin antara bank dan kita sebagai pengguna? Jika sistem perbankan Islam yang sedia ada ini terlalu ’jelek’ di pandangan, sistem yang bagaimana yang saudara inginkan? Pastinya, saudara akan menjawab sistem yang menyediakan produk dan perkhidmatan yang murah, tidak zalim dan tidak menindas. Tidakkah kesemua nilai ini dianjurkan oleh Islam?
Produk perbankan Islam lebih mahal daripada produk perbankan Islam? Betulkah? Kaedah pengiraan yang ditunjukkan (tulisan di atas) mempamerkan ketidaktepatan pengiraan sebenar seterusnya mendedahkan betapa ceteknya ilmu perbankan yang dimiliki. Tidakkah saudara ketahui bahawa jumlah kos sebenar bagi produk perbankan konvensional adalah terikat kepada kadar pinjaman asas (BLR) yang diperkenalkan oleh rejim Yahudi untuk menggantikan kadar pinjaman prima? Ertinya, kos sebenar pinjaman adalah bergantung kepada pergerakan BLR yang tidak tetap kadarnya (di sinilah haramnya perbankan konvensional kerana ada unsur ketidakpastian). Saudara mendakwa Based Financing Rate (BFR) yang diperkenalkan oleh bank Islam itu sebenarnya BLR versi Islam. Jangan bersikap melulu. Tahukah saudara apakah yang dimaksudkan dengan BFR? Ia sebenarnya jauh lebih baik daripada BLR dan fixed rate kerana memberikan lebih keadilan kepada pengguna daripada segi kos sebenar sesuatu aset yang disewa daripada bank. Sebagai contoh, jika kadar tetap ialah 8%, BFR pula 6%. Mana-mana pembiayaan yang menggunakan BFR, pengguna akan diberikan diskaun sebanyak 2% (8%-6%). Menariknya, jika BFR meningkat melebihi kadar tetap (seperti contoh di atas, 8%), pengguna akan dikenakan kadar 8% (tidak boleh lebih daripada kadar tetap). Dan yang lebih penting untuk saudara fahami sebelum membincangkan hal-hal yang lebih teknikal ialah, hubungan yang terjalin antara saudara dan bank konvensional ialah atas dasar peminjam dan pemberi pinjam. Ertinya, yang menjadi objek urusniaga ialah wang sama ada dipinjam atau diberi pinjam (di sinilah riba ad-duyun berlaku). Sedangkan dalam perbankan Islam, hubungannya ialah antara pembeli atau rakan kongsi dan penjual. Ertinya, yang menjadi objek urusniaga bukannya wang tetapi barang atau perkhidmatan yang dijual beli. Dan inilah yang menjadi intipati penting dalam ayat 275 surah al-Baqarah.
Islam tidak menolak elemen ’murah’, kerana ia seringkali dikaitkan dengan unsur tidak zalim dan tidak menindas. Tetapi harus diingat bahawa yang lebih diutamakan oleh Islam ialah tentang kehalalannya sama ada daripada segi mutu dan kesuciannya. Analoginya mudah. Sekiranya kita ingin membeli minyak wangi yang berjenama, bagaimana harganya? Mahal bukan? Tetapi kenapa kita sanggup membelinya walaupun harganya mahal? Padahal dengan harga begitu kita mampu memiliki minyak wangi yang tidak berjenama dengan kuantiti yang banyak.
Ada pula yang bertanya: kenapa bank Islam tidak boleh menawarkan produk yang murah. Sebenarnya itulah yang ingin dilakukan oleh bank Islam. Tetapi harus diingat, bank Islam juga perlu melunaskan tanggungjawab kepada para pendeposit, mempastikan tidak berlakunya kerugian operasi (tahukah kos sebenar yang perlu ditanggung oleh pihak bank dalam urusan pembiayaan aset?) dan yang lebih penting ialah untuk meneruskan kelangsungannya dalam arus persaingan dengan bank-bank konvensional yang jauh lebih besar asetnya (aset bank-bank Islam ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan bank-bank konvensional). Saya titipkan peringatan ini buat diri saya yang masih banyak kelemahannya dan juga para pembaca sekalian, tiada guna meraih keuntungan dunia, tetapi merana di akhirat kelak.
Ahmad Azrin Adnan
Penyelidik Bersekutu
ISDEV, USM
4 Research Strategies
I still remember a week before my proposal defense day, I was asked by someone (Amron Haron, Final Year PhD Candidate) from School of Management, USM regarding my PhD proposal. He was really challenge my patience due to his 'provocative' questions.
Amran : What is your approach? Does it qualitative or quantitative?
Azrin : It combines both qualitative and quantitative approach
Amran : Wow, it sounds ‘big’. Why don’t you focus either one?
Azrin : Well, the nature of my research requires me to combine both methods in order to produce the real findings from the Islamic perspective
Amran : What does it mean?
Azrin : Mine is Islamic-based research. So, the theoretical framework that I’m gonna use should be based on Islamic theories and models
Amran : Are you saying that we can’t use the available one that had been established over the years?
Azrin : Well, one should understand that there are many differences between Islamic theory and its counterpart. One of them is its tasawur and epistemology.
Amran : Hey buddy. Don’t be too ambitious. Anyway, there’s nothing wrong with the existing theories and models especially the one which is referred by many researchers in all over the world. Moreover, it consists of many universal values that are considered as a neutral value. Then, who are you to say that this one cannot be used as our framework?
Azrin : As told by my Professor, both of them are based on different tasawur and epistemology. Different tasawur and epistemology may lead to different methods and different conclusions. Then, how can we conclude that there’s nothing wrong with the existing theories?
Amran : If that the case, you should develop your own model or theory and I don’t think you manage to complete your studies within 3 years.
(bla, bla, bla………..)
We finished our discussions without any one agreement. Blur……………….
Anyway, thanks to him for his valuable comments and most importantly, he revealed my low level of research strategies knowledge. And that’s the reason I registered myself as one of the participant of ‘Research Strategies Workshop’ that was conducted by Dr. Reevani and his wife, Dr. Ellie 4 days before my proposal defense day.
When I attended this workshop, I kept on thinking the discussion that I had with Amran. Then, I came to the conclusion that we both are on the right track. Why? Because Amran applied only deductive strategy. He shouldn’t say that my research was wrong by using his school of thought (mazhab) understanding. Specifically, I use inductive (to achieve my first objective of the study) and deductive strategies (to achieve my second objective of the study) in my research with certain justifications.
So, what are the 4 research strategies?
I quoted from Norman Blaikie (2000: 24-26) in his book entitled ‘Designing Social Research’.
In brief, the 4 strategies are inductive, deductive, retroductive and abductive.
The inductive research strategy starts with the collection of data and then proceeds to derive generalizations using so-called inductive logics. The aim is to determine the nature of the regularities, or networks of regularities in social life. Once these are established, they can be used to explain the occurrence of the specific events by locating them within the pattern of established regularities. This strategy is useful for answering ‘what’ questions but rather limited in its capacity to answer ‘why’ questions.
The deductive strategy begins with some regularity that has been discovered and which begs an explanation. The researcher has to find or formulate a possible explanation, a theoretical argument for the existence of the behavior or the social phenomenon under consideration. This task is then to test the theory by deducing one or more hypotheses from it, and then to collect appropriate data. Should the data match the theory, some support will be provided for its continuing use, particularly if further tests produce similar results. However, if the data do not match the theory, the theory must be either modified or rejected. Further testing of other candidate theories can then be undertaken. Therefore, according to this research strategy, knowledge of the social world is advanced by means of trial and error process.
The retroductive research strategy also starts with an observed regularity but seeks a different type of explanation. In this strategy, explanation is achieved by locating the real underlying structure or mechanism that is responsible for producing the observed regularity. To discover a structure or mechanism that has been previously known, the researcher has to first construct a hypothetical model of it, and then proceed to establish its existence.
The abductive strategy has a very different logic to other three. It is sometimes described as involving induction, but this grossly underestimates the complexity of the task involved. The starting point is the social world of the social actors being investigated: their construction of reality, their way of conceptualizing and giving meaning to their social world , their tacit knowledge. This can only be discovered from the accounts which social actors provide. Their reality, the way they have constructed and interpreted their activities together, is embedded in their language. Hence, the researcher has to enter their world in order to discover the motives and reasons that accompany the social activities. The task is then to redescribe these motives and actions, and the situations in which they occur, in the technical language of social scientific discourse. Individual motives and actions have to be abstracted into typical motives for typical actions in typical situations. These social scientific typifications provide an understanding of the activities, and may the become the ingredients in more systematic explanatory accounts
Last but not least, I would say that everyone of us especially PhD candidate should ‘master’ this knowledge in order to achieve every objective of our research.
Amran : What is your approach? Does it qualitative or quantitative?
Azrin : It combines both qualitative and quantitative approach
Amran : Wow, it sounds ‘big’. Why don’t you focus either one?
Azrin : Well, the nature of my research requires me to combine both methods in order to produce the real findings from the Islamic perspective
Amran : What does it mean?
Azrin : Mine is Islamic-based research. So, the theoretical framework that I’m gonna use should be based on Islamic theories and models
Amran : Are you saying that we can’t use the available one that had been established over the years?
Azrin : Well, one should understand that there are many differences between Islamic theory and its counterpart. One of them is its tasawur and epistemology.
Amran : Hey buddy. Don’t be too ambitious. Anyway, there’s nothing wrong with the existing theories and models especially the one which is referred by many researchers in all over the world. Moreover, it consists of many universal values that are considered as a neutral value. Then, who are you to say that this one cannot be used as our framework?
Azrin : As told by my Professor, both of them are based on different tasawur and epistemology. Different tasawur and epistemology may lead to different methods and different conclusions. Then, how can we conclude that there’s nothing wrong with the existing theories?
Amran : If that the case, you should develop your own model or theory and I don’t think you manage to complete your studies within 3 years.
(bla, bla, bla………..)
We finished our discussions without any one agreement. Blur……………….
Anyway, thanks to him for his valuable comments and most importantly, he revealed my low level of research strategies knowledge. And that’s the reason I registered myself as one of the participant of ‘Research Strategies Workshop’ that was conducted by Dr. Reevani and his wife, Dr. Ellie 4 days before my proposal defense day.
When I attended this workshop, I kept on thinking the discussion that I had with Amran. Then, I came to the conclusion that we both are on the right track. Why? Because Amran applied only deductive strategy. He shouldn’t say that my research was wrong by using his school of thought (mazhab) understanding. Specifically, I use inductive (to achieve my first objective of the study) and deductive strategies (to achieve my second objective of the study) in my research with certain justifications.
So, what are the 4 research strategies?
I quoted from Norman Blaikie (2000: 24-26) in his book entitled ‘Designing Social Research’.
In brief, the 4 strategies are inductive, deductive, retroductive and abductive.
The inductive research strategy starts with the collection of data and then proceeds to derive generalizations using so-called inductive logics. The aim is to determine the nature of the regularities, or networks of regularities in social life. Once these are established, they can be used to explain the occurrence of the specific events by locating them within the pattern of established regularities. This strategy is useful for answering ‘what’ questions but rather limited in its capacity to answer ‘why’ questions.
The deductive strategy begins with some regularity that has been discovered and which begs an explanation. The researcher has to find or formulate a possible explanation, a theoretical argument for the existence of the behavior or the social phenomenon under consideration. This task is then to test the theory by deducing one or more hypotheses from it, and then to collect appropriate data. Should the data match the theory, some support will be provided for its continuing use, particularly if further tests produce similar results. However, if the data do not match the theory, the theory must be either modified or rejected. Further testing of other candidate theories can then be undertaken. Therefore, according to this research strategy, knowledge of the social world is advanced by means of trial and error process.
The retroductive research strategy also starts with an observed regularity but seeks a different type of explanation. In this strategy, explanation is achieved by locating the real underlying structure or mechanism that is responsible for producing the observed regularity. To discover a structure or mechanism that has been previously known, the researcher has to first construct a hypothetical model of it, and then proceed to establish its existence.
The abductive strategy has a very different logic to other three. It is sometimes described as involving induction, but this grossly underestimates the complexity of the task involved. The starting point is the social world of the social actors being investigated: their construction of reality, their way of conceptualizing and giving meaning to their social world , their tacit knowledge. This can only be discovered from the accounts which social actors provide. Their reality, the way they have constructed and interpreted their activities together, is embedded in their language. Hence, the researcher has to enter their world in order to discover the motives and reasons that accompany the social activities. The task is then to redescribe these motives and actions, and the situations in which they occur, in the technical language of social scientific discourse. Individual motives and actions have to be abstracted into typical motives for typical actions in typical situations. These social scientific typifications provide an understanding of the activities, and may the become the ingredients in more systematic explanatory accounts
Last but not least, I would say that everyone of us especially PhD candidate should ‘master’ this knowledge in order to achieve every objective of our research.
Kritikan Terhadap Teori Maslow
Dalam konteks kajian yang berkaitan dengan faktor-faktor pendorong atau penyebab atau penentu kepada berlakunya sesuatu gelagat atau tingkah laku dalam kalangan manusia, ia tidak boleh lepas lari dari mengaitkannya dengan teori-teori motivasi. Salah satu daripada teori motivasi yang masyhur ialah Teori Maslow yang seringkali dirujuk oleh pelbagai pengkaji sejak sekian lama terutamanya dalam kalangan pengkaji yang menggunakan pendekatan deduktif dalam kajian mereka.
Secara umumnya, teori ini menekankan bahawa: kehendak dan keperluan manusia adalah mengikut peringkat keperluan. Manusia bermotivasi untuk berkehendak kepada keperluan peringkat rendah seperti keperluan asas (physiological) dan keselamatan (safety). Pada peringkat ini, ia banyak dipengaruhi oleh faktor luaran dan persekitaran (external factor). Apabila sudah mencapai tahap ini, manusia berkehendak kepada keperluan tahap tinggi (high order) seperti keperluan bersosial (social), keperluan penghormatan (esteem) dan jati diri (self-actualization). Ia lebih didasari oleh faktor dalaman (internal factor). Teori ini turut menyatakan bahawa manusia bermotivasi untuk memperjuangkan keperluan peringkat rendah (asas) sebelum ke peringkat tinggi dalam hieraki keperluan.
Benarkah begitu (manusia bermotivasi untuk memperjuangkan keperluan peringkat rendah sebelum ke peringkat tinggi dalam hieraki keperluan) menurut kaca mata Islam? Teori ini mempamerkan kepada kita betapa manusia harus berikhtiar semaksimum mungkin untuk memenuhi segala keperluan asas seperti makanan, pakaian, rumah dan seks. Seandainya semua ini telah dipenuhi, barulah seseorang itu 'berhijrah' untuk mengisi keperluan tahap tinggi seperti keperluan bersosial (social), keperluan penghormatan (esteem) dan jati diri (self-actualization).
Dalam proses memenuhi segala keperluan asas, teori ini secara jelas menidakkan 'pertimbangan halal, haram dan syubhat'. Usah difikir soal halal dan haram pada makanan dan minuman, paling penting perut terisi. Begitu juga dengan pakaian, tempat perlindungan dan keperluan seks, paling penting ia mampu memuaskan hawa nafsu. Usah difikir soal membantu golongan yang lebih memerlukan (sama ada dalam bentuk wang ringgit atau bantuan keringat) bagi maksud keperluan sosial, jikalau keperluan asas diri sendiri masih belum dipenuhi secara sempurna.
Apakah Islam mendidik kita sebegitu rupa? Apakah makhluk yang bernama manusia ini telah diprogramkan oleh penciptanya untuk bergelagat sebagaimana yang dihujahkan oleh Maslow. Jikalau teori ini benar, di mana letaknya kedudukan Bilal Ibn Rabah yang tidak menghiraukan keselamatannya pada ketika dia disiksa (ditimpa batu di atas dadanya) oleh orang kafir musyrikin. Satu-satunya kalimah yang bermain di bibirnya ialah "'ahad, ahad, ahad". Perhatikan juga kenyataan Ulumcordova yang menyebut: semasa proses pemboikotan ekonomi selama tiga tahun di Mekah, umat Islam dalam riwayat Ibnu Ishak menyatakan hanya daun-daun dan pucuk kayu sebagai makanan. Namun adakah mereka tergugat dengan pendirian mereka? Tidak sama sekali kerana yakin dengan bantuan Allah dan janji Allah dalam surah Al-Hajj ayat 40 iaitu “Sesungguhnya Allah akan menolong sesiapa Yang menolong ugamanya (ugama Islam); Sesungguhnya Allah Maha Kuat, lagi Maha Kuasa”. Ertinya, kalaupun seseorang Muslim itu mewarisi sebuah kemiskinan (kais pagi makan pagi, kais petang makan petang), dia tetap memperolehi penghargaan diri dan disanjung ramai oleh kerana keperibadian akhlaknya yang tinggi dan sentiasa menghulurkan bantuan keringat di sana sini. Begitu juga dengan seorang Muslim yang dilimpahi nikmat kekayaan, dia tetap dalam kedudukannya sebagai seorang hamba Allah yang penuh dengan kedhaifan, kelemahan dan kekurangan. Dia bersama-sama merasai segala keperitan yang dialami oleh saudaranya yang miskin dengan melatih dirinya untuk berpuasa, beruzlah (meninggalkan segala kesenangan dan kenikmatan hawa nafsu) dan sudah tentu menginfakkan sebahagian hartanya di jalan Allah. Kesemuanya ini mempamerkan bahawa Muslim yang sejati tidak memperjuangkan keperluan peringkat rendah sebelum ke peringkat tinggi dalam hieraki keperluan. Semua keperluan baik di peringkat rendah mahupun di peringkat tinggi dipenuhi sebaik mungkin sesuai menurut kerangka dan acuan Islam yang lebih mementingkan kualiti daripada kuantiti.
Kesimpulannya, tidak ada cacatnya teori Maslow menurut kaca mata bukan Muslim kerana sudah tersurat di dalam al-Quran bahawasanya Allah menjadikan bumi ini seperti syurga bagi orang-orang kafir. Bagi Muslim pula, teori ini sudah tentu tersasar dari landasan Islam kerana ia bermula dengan premis yang salah dan jelas bertentangan dengan syarak. Dalam konteks motivasi Islam, premisnya harus bermula dengan (1) matlamat akhir ialah mencari keredhaan Allah, (2) segala yang dilakukan tidak lain dan tidak bukan untuk manfaat di perkampungan akhirat nanti; dan (3) jadilah insan yang paling banyak memberi manfaat kepada insan yang lain.
Secara umumnya, teori ini menekankan bahawa: kehendak dan keperluan manusia adalah mengikut peringkat keperluan. Manusia bermotivasi untuk berkehendak kepada keperluan peringkat rendah seperti keperluan asas (physiological) dan keselamatan (safety). Pada peringkat ini, ia banyak dipengaruhi oleh faktor luaran dan persekitaran (external factor). Apabila sudah mencapai tahap ini, manusia berkehendak kepada keperluan tahap tinggi (high order) seperti keperluan bersosial (social), keperluan penghormatan (esteem) dan jati diri (self-actualization). Ia lebih didasari oleh faktor dalaman (internal factor). Teori ini turut menyatakan bahawa manusia bermotivasi untuk memperjuangkan keperluan peringkat rendah (asas) sebelum ke peringkat tinggi dalam hieraki keperluan.
Benarkah begitu (manusia bermotivasi untuk memperjuangkan keperluan peringkat rendah sebelum ke peringkat tinggi dalam hieraki keperluan) menurut kaca mata Islam? Teori ini mempamerkan kepada kita betapa manusia harus berikhtiar semaksimum mungkin untuk memenuhi segala keperluan asas seperti makanan, pakaian, rumah dan seks. Seandainya semua ini telah dipenuhi, barulah seseorang itu 'berhijrah' untuk mengisi keperluan tahap tinggi seperti keperluan bersosial (social), keperluan penghormatan (esteem) dan jati diri (self-actualization).
Dalam proses memenuhi segala keperluan asas, teori ini secara jelas menidakkan 'pertimbangan halal, haram dan syubhat'. Usah difikir soal halal dan haram pada makanan dan minuman, paling penting perut terisi. Begitu juga dengan pakaian, tempat perlindungan dan keperluan seks, paling penting ia mampu memuaskan hawa nafsu. Usah difikir soal membantu golongan yang lebih memerlukan (sama ada dalam bentuk wang ringgit atau bantuan keringat) bagi maksud keperluan sosial, jikalau keperluan asas diri sendiri masih belum dipenuhi secara sempurna.
Apakah Islam mendidik kita sebegitu rupa? Apakah makhluk yang bernama manusia ini telah diprogramkan oleh penciptanya untuk bergelagat sebagaimana yang dihujahkan oleh Maslow. Jikalau teori ini benar, di mana letaknya kedudukan Bilal Ibn Rabah yang tidak menghiraukan keselamatannya pada ketika dia disiksa (ditimpa batu di atas dadanya) oleh orang kafir musyrikin. Satu-satunya kalimah yang bermain di bibirnya ialah "'ahad, ahad, ahad". Perhatikan juga kenyataan Ulumcordova yang menyebut: semasa proses pemboikotan ekonomi selama tiga tahun di Mekah, umat Islam dalam riwayat Ibnu Ishak menyatakan hanya daun-daun dan pucuk kayu sebagai makanan. Namun adakah mereka tergugat dengan pendirian mereka? Tidak sama sekali kerana yakin dengan bantuan Allah dan janji Allah dalam surah Al-Hajj ayat 40 iaitu “Sesungguhnya Allah akan menolong sesiapa Yang menolong ugamanya (ugama Islam); Sesungguhnya Allah Maha Kuat, lagi Maha Kuasa”. Ertinya, kalaupun seseorang Muslim itu mewarisi sebuah kemiskinan (kais pagi makan pagi, kais petang makan petang), dia tetap memperolehi penghargaan diri dan disanjung ramai oleh kerana keperibadian akhlaknya yang tinggi dan sentiasa menghulurkan bantuan keringat di sana sini. Begitu juga dengan seorang Muslim yang dilimpahi nikmat kekayaan, dia tetap dalam kedudukannya sebagai seorang hamba Allah yang penuh dengan kedhaifan, kelemahan dan kekurangan. Dia bersama-sama merasai segala keperitan yang dialami oleh saudaranya yang miskin dengan melatih dirinya untuk berpuasa, beruzlah (meninggalkan segala kesenangan dan kenikmatan hawa nafsu) dan sudah tentu menginfakkan sebahagian hartanya di jalan Allah. Kesemuanya ini mempamerkan bahawa Muslim yang sejati tidak memperjuangkan keperluan peringkat rendah sebelum ke peringkat tinggi dalam hieraki keperluan. Semua keperluan baik di peringkat rendah mahupun di peringkat tinggi dipenuhi sebaik mungkin sesuai menurut kerangka dan acuan Islam yang lebih mementingkan kualiti daripada kuantiti.
Kesimpulannya, tidak ada cacatnya teori Maslow menurut kaca mata bukan Muslim kerana sudah tersurat di dalam al-Quran bahawasanya Allah menjadikan bumi ini seperti syurga bagi orang-orang kafir. Bagi Muslim pula, teori ini sudah tentu tersasar dari landasan Islam kerana ia bermula dengan premis yang salah dan jelas bertentangan dengan syarak. Dalam konteks motivasi Islam, premisnya harus bermula dengan (1) matlamat akhir ialah mencari keredhaan Allah, (2) segala yang dilakukan tidak lain dan tidak bukan untuk manfaat di perkampungan akhirat nanti; dan (3) jadilah insan yang paling banyak memberi manfaat kepada insan yang lain.
Antara Hamba dan Khalik
"Ingat kisah Yusuf a.s dan Zulaikha. Zulaikha menuduh Yusuf memperkosanya. Padahal dia sendiri (Zulaikha) yang tidak tahan dengan ketampanan Yusuf. Fitnah, itu semua fitnah. Zulaikha memfitnah Yusuf memperkosa dia hingga Yusuf dipenjara. Apakah Yusuf memberontak? Tidak, Yusuf tidak memberontak. Yusuf tahu Allah sedang berbicara dengannya. Kamu tahu apa yang dikatakan Yusuf? Kau mahu tahu apa yang dikatakan Yusuf? Kata Yusuf: Ya Allah! Jika memang kehidupan penjara lebih bererti bagiku daripada dunia luar, maka aku lebih memilih untuk tinggal di penjara, tapi dekat denganmu daripada aku hidup bersama manusia pendusta. Allah sedang berbicara kepadamu tentang sabar dan ikhlas. Sabar dan ikhlas."
(Sedutan daripada Filem "Ayat-Ayat Cinta")
Wahai Saudara/ri ku yang ku kasihi, lihatlah betapa tingginya nilai akhlak Yusuf di hadapan Tuhannya. Tatkala ditimpa musibah sebegitu rupa, tetap dalam keyakinan bahawa Allah Yang Maha Berhak di atas segala perkara yang berlaku. Yusuf telah membuktikan kepada Tuhannya bahawa seluruh jiwa dan raganya hanyalah milik Tuhannya. Dialah maksud hidup Yusuf. Dialah kekasih awal dan akhir. Dialah segala-galanya.
Yusuf hilang dalam pandangan jasmani. Yusuf hanyut dalam kenikmatan cinta agung untuk bersama Khaliknya Yang Maha Jelita. Beruntunglah dirimu Yusuf sebagai manusia pilihan Tuhan. Semoga Allah menempatkan dirimu di kedudukan yang tinggi bersama para rasul dan nabi.
(Sedutan daripada Filem "Ayat-Ayat Cinta")
Wahai Saudara/ri ku yang ku kasihi, lihatlah betapa tingginya nilai akhlak Yusuf di hadapan Tuhannya. Tatkala ditimpa musibah sebegitu rupa, tetap dalam keyakinan bahawa Allah Yang Maha Berhak di atas segala perkara yang berlaku. Yusuf telah membuktikan kepada Tuhannya bahawa seluruh jiwa dan raganya hanyalah milik Tuhannya. Dialah maksud hidup Yusuf. Dialah kekasih awal dan akhir. Dialah segala-galanya.
Yusuf hilang dalam pandangan jasmani. Yusuf hanyut dalam kenikmatan cinta agung untuk bersama Khaliknya Yang Maha Jelita. Beruntunglah dirimu Yusuf sebagai manusia pilihan Tuhan. Semoga Allah menempatkan dirimu di kedudukan yang tinggi bersama para rasul dan nabi.
Subscribe to:
Posts (Atom)